Pendidikan yang
Membawa Syalom
Dalam skenario
Metanarasi Allah
Dr. Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed, M.Ed
Syalom dalam bahasa Ibrani
berarti damai, selamat, sejahtera, perdamaian
atau ketenangan. Dalam Perjanjian
Lama makna syalom mengarah pada keutuhan, kelengkapan, integritas, ketulusan,
keadilan, dan penebusan. Kata syalom
dalam Perjanjian Lama digunakan sebanyak 237 kali untuk mengucapkan selamat
kepada seseorang, untuk menyapa kabar keselamatan (bahasa Indonesia: Apa
kabar?). Syalom digunakan untuk menjelaskan cara seseorang datang atau pergi
(dengan damai atau tidak, misalnya pergilah 'dengan damai'), mengungkapkan
kematian atau penguburan dalam damai.
Dalam Perjanjian Baru syalom
(yunani: eirené berarti damai) mengarah pada arti yang lebih dalam lagi yaitu kesuburan
tumbuh-kembang, keutuhan, dan menyenangkan. Dr. Neil
Platinga presiden emeritus pada Calvin
Theological Seminary dalam situs resmi Calvin College menyebutkan bahwa
pendidikan bagi syalom adalah
“The webbing together of God, humans, and all creation in
justice, fulfillment, and delight is what the Old Testament prophets called
shalom. We call it peace, but it means far more than mere peace of mind or
cease-fire among enemies.”
Dalam
terjemahan bebasnya, pendidikan bagi syalom adalah anyaman
bersama Allah, manusia, dan semua ciptaan dalam keadilan, pemenuhan, dan hal menyenangkan
seperti yang disebutkan nabi pada zaman Perjanjian Lama sebagai syalom. Kami menyebutnya perdamaian, tetapi lebih
jauh dari dari sekedar ketenangan pikiran atau gencatan senjata dengan musuh.”
Dalam Alkitab pengertian syalom
disampaikan dalam kisah cerita atau narasi yang dapat bermakna
suatu relasi yang intim, hidup berelasi dalam kebenaran bersama Tuhan,
relasi antar sesama manusia, dan semua
ciptaan Tuhan lainnya dalam pemenuhan, keadilan, dan bertumbuh kembang. Syalom
menyatakan hubungan yang benar dengan Allah, diri sendiri, sesama, dan dunia. Brian
J. Walsh menyebutkan bahwa syalom adalah Perjanjian damai Allah bagi semua kehidupan (God’s covenantal peace- for all of life).
Kisah-kisah Alkitab
memaknai syalom pada keluasan dan kedalaman arti syalom sebagai perjanjian
damai Allah bagi semua kehidupan.
Syalom dalam makna yang
luas
|
Ayat pendukung
|
Kesuburan negeri, keberhasilan panen yang
melimpah.
|
“Tetapi orang-orang yang rendah hati akan mewarisi
negeri dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah” (Mazmur
37:11).
|
Menempuh hidup yang penuh arti
|
“Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu
dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu”
(Kejadian 15:15).
|
Selamat atau terhindar dari ancaman bahaya
|
Tuhan berjanji, “Selamatlah engkau! Jangan
takut, engkau tidak akan mati” (Hakim-hakim 6:23).
|
Persahabatan, Hidup rukun dengan orang lain,
“perhubungan baik”
|
“Pergilah dengan selamat; bukankah kita berdua
telah bersumpah demi nama TUHAN, demikian: TUHAN akan ada di antara aku dan
engkau serta di antara keturunanku dan keturunanmu sampai selamanya” (I
Samuel 20:42).
|
Hidup dalam kebenaran dan keadilan
|
Yeremia 33:8-14 dan Yesaya 54:11-17, prinsipnya
adalah hidup dalam hubungan yang dekat dan hangat dengan Tuhan.
|
Dengan
narasi ini, syalom berarti damai sejahtera diantara orang beriman yang berelasi
erat dengan Tuhannya, antara sesama manusia di tengah masyarakat yang penuh
dosa dan penderitaan. Atribut penting yang ada pada syalom antara lain suatu perjalanan
panjang yang ditempuh dengan damai sejahtera, menempuh hidup yang penuh makna, selamat
dari mara bahaya, persahabatan dan hidup rukun damai dengan semua orang, serta
hidup dalam kebenaran dan keadilan.
Wolterstorff menyatakan bahwa syalom lebih dari sekedar dari
suatu visi. Dalam konteks pendidikan bagi
syalom, ia menyatakan bahwa
tujuan pelayanan pendidikan Kristen adalah
memperlengkapi
para pendidik untuk menjadi agen bagi syalom, model bagi syalom dan saksi bagi
syalom (to be agents of shalom, models of
shalom, witnesses to shalom). Para pendidik Kristen
perlu mempromosikan syalom dalam pelayanan pendidikan (pengajaran, penelitian, publikasi, dan mengembangkan institusi pendidikan)
Kristen untuk mewujudkan perdamaian, keadilan, dan
kesejahteraan manusia. Pendidikan Kristen
terpanggil untuk mengusahakan syalom bagi orang lain, bahkan kesejahteraan untuk masyarakat luas. Ketika umat Israel berada dalam pembuangan di Babel,
mereka diminta untuk mengusahakan syalom untuk negeri asing
itu: “Usahakanlah kesejahteraan kita ke
mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab
kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (Yeremia 29:7).
Perbandingan syalom dalam PL
dan PB
Perjanjian lama
|
Perjanjian baru
|
Diuji dalam perjanjian
Tuhan sampai dari adam dan nuh
|
Penggenapan dalam Kristus
|
Tidak ada perang, seperti
Salomo
|
Rekonsialisasi head, hand
dan body
|
Truth, Beauty dan Goodness
|
Dikembangkan
fragmen keselamatan
|
Dalam konteks syalom, pendidikan merupakan upaya yang
gigih dalam mengusahakan suatu tujuan yang terarah. Pendidikan merupakan
adanya keikutsertaan dalam kehidupan orang-orang dengan
tujuan mempengaruhi perubahan kehidupan mereka melalu disiplin, keteladanan, dan
mengembangkan empati. Syalom menuntut upaya dan jerih payah dalam mengusahakan
keberhasilan. “Kata mereka kepadanya:
“Tanyakanlah kiranya kepada Allah, supaya kami ketahui apakah perjalanan yang
kami tempuh ini akan berhasil.” Kata imam itu kepada mereka: “Pergilah dengan
selamat! Perjalanan yang kamu tempuh itu dipandang baik oleh TUHAN” (Hakim-hakim
18:5-6).
Pendidikan bagi syalom
Menurut Nicholas Wolterstorff, mendidik yang
membawa syalom merupakan pendidikan dalam kehidupan yang dipenuhi oleh rasa syukur
dalam tanggung jawab, penyembahan, dan penghargaan. Selanjutnya Wolstertoff
memberikan perbandingan yang kontras beberapa jenis institusi pendidikan Kristen
dalam keberadaan pelayanannya. Ia mengajukan empat model institusi pendidikan:
1. Model pelayan Kristen (Christian service model), model
ini melatih anak-anak dalam pekerjaan “Kristen”, melatih mereka menemukan
panggilan hidup mereka sebagai pekerja iman dalam ladang pelayanan gereja,
misi, penginjilan, kesehatan, dan pendidikan.
2. Model humanisme Kristen (Christian humanist model ),
model humanis Kristen memandang sasaran
pendidikan adalah
mengaitkan murid pada
warisan budaya manusia.
Michael Oakeshoot (1901-1990), seorang tokoh filsafat politik dari Cambridge
dalam esainya berjudul “Education: The
Engagement and Its Frustration,”
Menurutnya pendidikan adalah kebebasan, pandangan pendidikan Oakeshoot adalah
bagaimana dasar-dasar pendidikan didasarkan pada manusia dan keinginannya. Pandangan Oakeshoot merupakan pandangan Christian humanism, pendidikan untuk
kebebasan. Untuk menjadi manusia mereka harus memahami dunia dan dirinya, menafsirkan dunia
dan dirinya sendiri. Dengan kata lain menjadi manusia adalah keberadaan dalam dunia dan bagi dirinya sendiri secara bermakna. Manusia merupakan
proses menanggapi realitas yang bermakna, respon yang berbeda dengan cara perilaku
hewan. Manusia adalah "makhluk yang menginginkan". Mereka "menginginkan sesuatu” tidak
hanya dorongan biologis atau impuls genetik semata, namun keinginan dalam memuaskan
imajinasi, keinginan
dalam pengharapan, penghargaan, dicintai dan dibutuhkan.
Sehingga Oakseshoot melihat pendidikan sebagai transaksi antara
manusia dan keingingan dengan kondisi manusia dalam warisan kesadaran menjadi
manusia.
Pandangan Christian
humanism lainnya disampaikan oleh William
Harry Jellema (1893–1982) yang merupakan pendiri fakultas filsafat
Calvin College. Jellema menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu kebebasan
dan membebaskan.
3. Model disiplin akademik Kristen (Christian
academic-discipline model) yang memfokuskan pendidikan
Kristen untuk memperkenalkan siswa pada subjek pembelajaran atau disiplin akademik dari perspektif Kristen. Murid mendapatkan
pelajaran dalam pembentukan cara berpikir Kristen dalam pemeliharaan pendidikan
Kristen.
4. Model panggilan Kristen (Christian vocation model)
merupakan model dengan tujuan “menjadikan”, memanggil untuk
menjadi pelayan Kristus. Institusi pendidikan dalam model ini melatih murid
untuk peran apa pun yang mereka akan jalani, terutama peran pekerjaan atau profesional, dan mengajarkan mereka untuk memimpin dirinya sebagai orang Kristen. Dalam
menjalankan peran tersebut, dibutuhkan pematangan dan sosialisasi. Proses
pematangan membutuhkan keterlibatan murid dalam
proyek-proyek individu (aktivitas eksperimental), sehingga mereka dapat
merasakan, aktif, dan memiliki pengalaman aktivitas nyata. Belajar adalah untuk
menjadi pribadi yang mencari tahu, murid itu harus dilindungi dari pengabaian,
pelecehan dan ajaran yang bebas dari kebimbangan. Proses sosialisasi bertujuan
mempertahankan kelembagaan dalam bermasyarakat. Pendidikan menjadi sarana bagi
orang yang tak mampu untuk menjadi warga negara yang baik, patriot, pegawai
negeri, dan buruh terampil, Pendekatan ini menarik bagi banyak sekolah-sekolah
Kristen terutama mereka dapat bergerak lebih leluasa dalam model pelayanan
Kristen.
Menurut saya, model-model pendidikan dalam bentuk model pelayan Kristen, panggilan Kristen dan disiplin
akademik Kristen merupakan model yang cukup ideal bagi pendidikan yang membawa
syalom. Karena model ini bertumpu pada model pendidikan misioner dalam kasih anugerah Tuhan. Suatu perjalanan misi pendidikan dengan syalom
menetap dalam karya penebusan Tuhan Yesus Kristus. Implikasi dari pendidikan
Kristen dengan syalom didalamnya memberikan keadilan, damai, dan kasih pada dunia. Syalom
yang menetap akan memberikan pemahaman akan misi pendidikan Kristen, membangun
pedagogi pendidikan dalam perspektif Kristen. Untuk maksud tersebut, pendidikan
kristen haruslah membangun kurikulum yang mengintegrasikan iman dalam setiap
subjek pembelajaran, mengembangkan struktur dan komunitas Kristen dalam
pendidikan, menempatkan peran dan tugas penyembahan Tuhan di dalam komunitas
Kristen.
Syalom yang tinggal dalam diri kita
membawa konsekuensi pada hubungan Tuhan antara orang-orang-Nya, hubungan
diantara komunitas Kristen, serta antara manusia dengan lingkungannya. Syalom
tersebut membawa pengaruh dalam perjalanan hidup untuk memberikan kabar baik. Alkitab
menyatakan keterkaitan hubungan dari iman yang lahir dari syalom Kristus “Justru karena itu kamu harus dengan
sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada
kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada
penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan
kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan
semua orang” (2 Pet. 1:5-7).
Makna
tujuan pendidikan dapat terdiri dari tiga proses yaitu pencapaian, shalom dan
penggenapan. Allah menciptakan manusia dengan kemampuan untuk merencanakan,
melaksanakan dan mencapai sesuatu dalam segala usahanya, namun sebagai manusia,
yang diciptakan menurut gambar dan rupan_nya, kita tidak sekedar mendasarkan
tindakan kita pada kemampuan manusia semata namun meletakkan dalam tahapan
shalom. Segala kemampuan dan usaha manusia, tidak dapat
dipisahkan dari kesadaran akan tanggung jawab. Kesadaran akan memberi jawab
bahwa manusia adalah ciptaan Allah. Allah menciptakan segala sesuatu dengan perintah
“memanggil” dengan firman-Nya. Allah memanggil manusia dalam tiga keunikan
panggilan yaitu panggilan yang berkaitan dengan hakikat dan martabat diri
manusia (Kejadian 1:26-31); Panggilan bersifat perintah (Kejadian 2:16-17); dan
Panggilan yang menyatakan konsekuensi (Kejadian 2:17).
Ketika manusia tidak berespon
dengan benar kepada Allah, Pencipta-Nya, manusia melanggar perintah Allah,
hidup dalam dosa yang merusak martabatnya, dan menerima konsekuensi dari dosa
dan pelanggarannya (Efesus 2:1). Panggilan Tuhan tetap berlangsung bagi manusia
(Kejadian 3:10). Panggilan Tuhan pertama-tama berkenaan dengan keselamatan yang
membebaskan manusia dari dosa dan maut. Kemudian panggilan untuk mempersembahan
tubuh sebagai persembahan yang hidup dan kudus (Roma 12:1-2). Selanjutnya
selama di dalam dunia ini sebagai orang-orang yang telah ditebus oleh Tuhan
Yesus, semua yang kita inginkan, pikirkan, rancangkan, kerjakan merupakan
panggilan-Nya untuk menyatakan shalom.
Pengertian Shalom merangkai ketiga
panggilan Tuhan kepada kita dalam rancangan damai sejahtera-Nya. Damai
sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa
yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu (Yohanes 14:27).
Shalom (damai sejahtera)
merupakan buah penebusan Kristus bagi kita yang menerimanya. Shalom menyatakan hubungan yang benar
dengan Allah, diri sendiri, sesama, dan dunia. Shalom menjadi pembenaran utama dalam segala mendidik.
Perumpamaan anak yang hilang (Lukas 15:11-24)
memberikan kepada prinsip penting memahami shalom.
Dengan menggunakan pola khiamus dalam
perumpamaan ini,
terdapatlah prinsip shalom. Perubahan
anak bungsu, dari yang terhilang dan ditemukan kembali merupakan suatu
perjalanan dari menuntut harta milik ayahnya bagi dirinya sebelum waktunya.
lalu anak bungsu memboroskan harta yang diperolehnya, kemudian menghabiskannya
sampai kepada kehidupan yang najis menurut orang Yahudi, dan mengalami
penolakan dari sesamanya. peristiwa ini menyatakan rusaknya relasi antara si
bungsu dengan ayahnya, dengan dirinya, dengan sesamanya, bahkan dengan apa yang
Tuhan sediakan dalam alam ini. Shalom
dimulai ketika si bungsu menyadari kekeliruan dari tindakannya. Kesadaran akan
dirinya belum cukup. Ia menyadari rumah Bapanya. Ia bangkit dan pergi kepada
Bapanya dengan suatu komitmen untuk menjadi upahan ayahnya. Shalom dimulai ketika kita menyadari
diri kita dalam terang hidup di rumah Bapa. Si bungsu mulai berdamai dengan
dirinya, dengan ayahnya, dengan sesamanya dan dengan segenap ciptaan.
Kisah
perumpamaan ini berubah domain, dari kisah si bungsu menjadi kisah sang ayah.
Ayahnya melihatnya dan menyambut anaknya yang masih terlihat jauh. Sang ayah
penuh dengan menantikan dengan belas kasihan. Sang ayah berlari dan mendapatkan
anaknya itu, ia merangkul dan mencium kembalinya
si bungsu. Shalom adalah perdamaian
yang disediakan oleh Allah Bapa. Sang anak sadar dan sepenuhnya menerima belas kasihan ayahnya.
Ia berkata “Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa.” Shalom bukan hanya menerima tetapi juga pemulihan
dalam keadilan dan kasih sang bapa. Sang anak dipulihkan kembali, dari
pemborosan untuk diri sendiri menjadi berbagi-bagi kesukaan bersama, dan
sesama. Shalom adalah perdamaian yang
berbuah keadilan dan kasih dalam segenap aspek kehidupan kita. Pedagogi berdasarkan
shalom dan menghasilkan shalom.
Usaha manusia berangkai dengan
dirinya, sesamanya, lingkungannya dan terlebih lagi dengan Allah yang
menciptakannya. Sebagaimana Tuhan Yesus
Kristus datang ke dalam dunia untuk menggenapi keselamatan bagi manusia yang
berdosa, demikian pula kita sebagai umat tebusan-Nya dipanggil untuk menggenapi
maksud-Nya. Makna tujuan pendidikan Kristen berangkai dalam pencapaian yang
berbuahkan shalom dan menggenapi
maksud Tuhan bagi kita dan dunia ciptaan-Nya. Sebagaimana kedatangan Tuhan
Yesus menggenapi apa yang dinyatakan dalam Perjanjian Lama, dan menggenapi
keselamatan bagi manusia berdosa
sebagaimana dinyatakan dalam perkataan-Nya “Sudah
selesai,” demikian rasul Paulus mengikuti jejak Tuhan Yesus dengan berkata,
“Aku telah mengakhiri pertandingan yang
baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2
Timotius 4:7). Kini kita memberitakan dan menghidupi karya penggenapan Tuhan
Yesus sampai kedatangan-Nya kembali.
Dalam meta-narasi Allah
Pendidikan yang membawa syalom berada
dalam kisah agung dalam drama empat babak meta-narasi alkitabiah. Pertama,
dalam mandat penciptaan. Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa
Allah, manusia diberikan mandat budaya untuk menjaga bumi dan menjadi penatalayanan
bagi semua realitas ciptaan Tuhan (Kej. 1,2). Kedua, Kejatuhan manusia dalam
dosa, telah merusak gambar dan rupa Allah, manusia tidak lagi dapat lagi
memenuhi mandat penciptaan atau mandat budaya (Kej. 3). Meskipun tidak
membatalkan panggilan mandat tersebut, dosa tersebut menghalangi usaha kita
memenuhi panggilan Tuhan. Rencana Allah terdistorsi dengan ketidaktaatan dan
dosa manusia.
Ketiga, pemulihan gambar dan rupa
Allah yang rusak dalam diri manusia melalui
penebusan karya Yesus Kristus, yang memampukan manusia menjadi
manusia baru (2 Kor. 5:16-21). Pemulihan ini memberikan implikasi dalam
memuridkan semua bangsa dan mengajarkan segala sesuatu yang Kristus perintahkan
kepada manusia. Keempat pemenuhan atau penggenapan ketika Tuhan Yesus datang kembali.
Menantikan kedatangan Tuhan sambil mengerjakan pekerjaan dalam rencana
Tuhan karena Tuhan akan kembali
menetapkan kerajaan Allah dalam segala kepenuhan-Nya.
(2Pet 3:10-13, Why. 21:1-5)
Penutup:
Dalam implementasi pendidikan Kristen,
syalom hanya dapat dipenuhi dalam kerangka meta-narasi Allah. Penggenapan
merangkai segala sesuatu dalam integrasi orang beriman untuk mengupayakan
pendidikan yang mendatangkan syalom dalam perkenanan Tuhan. Mengusahakan syalom
adalah mengusahakan perjalanan damai sejahtera dalam misi dan rencana Tuhan,
upaya dinamis mencapai keunggulan dalam syalom bagi penggenapan kasih Anugerah
Tuhan, Dalam meta-narasi Tuhan, sekolah-sekolah Kristen menerima berkat syalom dari
kasih anugerah Tuhan, lalu mereka mengusahakan damai, keadilan, dan
kesejahteraan bagi
umat manusia untuk
mewujudkan misi Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat. Kita terpanggil
mengusahakan syalom, upaya gigih bagi para pendidik Kristen untuk membawa
syalom bagi semua orang dalam kasih karunia Allah. Syalom haverim syalom!