Minggu, 24 Mei 2015

Worldview dan Filsafat Dalam pendidikan Kristen



Worldview dan Filsafat
Dalam pendidikan Kristen
Dr. Khoe Yao Tung, MSc.Ed, M.Ed
educatingforshalom@gmail.com; dr.khoe@yahoo.com

            Dalam setiap sharing knowledge tentang filsafat pendidikan Kristen yang menyangkut Christian worldview, saya selalu diperhadapkan pertanyaan apa beda worldview dan filsafat? Wajar bila pertanyaan itu mengemuka, karena sering kali kedua istilah sering digunakan dan saya pergunakan dengan hati-hati, namun sering kali dipahami oleh peserta yang hadir sebagai entitas yang sama, padahal dua hal yang berbeda.
Dalam arti yang sederhana, worldview merupakan seperangkat keyakinan, nilai-nilai penting dalam kehidupan seseorang. Selain pengalaman keseharian, sistem-sistem filsafat dari para pemikir berbagai aliran filsafat menjadi masukan bagi pembentukan worldview seseorang dalam menghadapi kehidupan. Kesadaran akan worldview merupakan salah satu hal terpenting yang dapat diyakini seseorang dalam memahami kehidupannya, cara berpikir menghadapi kehidupannya. Dengan kata lain, pengertian akan worldview merupakan bagian yang esensial untuk mengerti kehidupan mereka.[1]

Hal Worldview
Setiap orang memiliki worldview. Worldview merupakan persepsi seseorang tentang sesuatu yang spesifik. Worldview dapat terbentuk dari pengalaman, pengetahuan dan perasaan yang dialami seseorang selama menjalani kehidupannya, baik disadari atau tidak. Tentu saja worldview dari setiap orang berbeda satu sama lain, walaupun nampak ada kemiripan. Worldview  bukanlah suatu sistem berpikir, hal yang berbeda dengan filsafat atau teologi yang merupakan sistem berpikir, “worldview are not systems of thought, like theologies or philosophies” [2]. Pengertian Worldview mengarah pada kerangka persepsi, suatu cara melihat sesuatu. Hal yang senada dikemukakan Kenneth Badley[3], ia menyatakan bahwa worlview sebaga metafora yang menolong kita memahami pengertian memandang kehidupan. Ia mengumpamakan worldview sebagai “sebuah filling cabinet untuk mengorganisasi kehidupan,” “suatu peta yang menolong kita menemukan rute aman dalam menghadapi naik-turunnya kehidupan,” “suatu kompas yang menyediakan arahan atau panduan,” dan “sebuah kacamata yang menolong kita melihat lebih jelas.” Lebih lanjut Walsh dan Middleton menyatakan bahwa worldview bukan hanya vision of life tetapi juga vision for life, suatu model dari dunia yang memandu kehidupan manusia yang memiliki worldview tersebut.
Albert Wolters menyebutkan bahwa worldview adalah kerangka dasar yang komprehensif dari keyakinan tentang segala sesuatu (Worldview is “the comprehensive framework of one’s basic beliefs about things”. Worldview memberikan dasar pijak bagi manusia untuk memahami pengalamannya, dan dasar pijak bagi memutuskan  apa yang benar dan apa yang bermakna dalam pengalaman hidupnya. Worldview seseorang nampak dalam bentuk dari pola, model, dan kisah. Pola dalam worldview merupakan kerangka berpikir manusia yang memiliki struktur yang tetap dan kerap berulang. Model merupakan suatu “contoh, acuan, ragam suatu keputusan atau pendapat yang akan dibuat atau dihasilkan.” Sedangkan  Kisah merupakan rangkaian berbagai data dan peristiwa yang disusun dalam suatu alur. Norman Geisler dan William Watkins mendefinisikan worldview sebagai suatu cara melihat atau menginterpretasikan semua realitas, sebuah kerangka kerja melalui indera manusia akan kehidupan dan dunianya.
A worldview is a way of viewing or interpreting all of reality. It is an interpretive framework through which or by which one makes sense of the data of life and the world.”[4]
Salah satu buku yang paling banyak dikutip untuk menjelaskan worldview adalah  The Universe Next Door, A Worldview Catalog tulisan James Sire. Dalam edisi kelima buku tersebut, Sire menyatakan bahwa worldview sebagai komitmen, orientasi dasar dari perasaan yang dapat diekspresikan sebagai kisah atau sejumlah presuposisi (asumsi yang dapat benar, sebagian benar atau salah) yang dipegang kita (secara sadar atau bawah sadar, konsisten atau tidak konsisten) tentang dasar konsep atau realitas yang menyediakan sejumlah fondasi yang menghidupi dan menggerakan kita sebagai makluk hidup.[5]
Tugas pendidikan Kristen di sekolah membangun worldview Kristen bagi murid-muridnya berbeda dengan pendidikan publik yang lebih membangun worldview sekuler.
Perbedaannya dapat dibedakan atas:
Worldview sekuler
Worldview kristen
Sementara
Kekal
Berkembang
Tidak berubah
Bertentangan dengan sejarah.
Sejalan sejarah
Dapat direvisi
Biblikal, permanen
Natural
Supernatural
Rational
Theistic
Sekolah Kristen harus membangun worldview dalam setiap proses pembelajarannya. Berkaitan dengan pembentukan worldview dalam pendidikan Kristen, Cornelius Platinga dalam bukunya Engaging God’s World: a Christian Vision of Faith, Learning and Living, menuliskan bahwa semua bagian pendidikan hidup harus di bawa di dalam Kristus. Dia menuliskan hal ini mengenai pendidikan tinggi Kristen, namun idenya masih sesuai untuk semua pendidikan Kristen:
“No matter how a Christian college plans to integrate faith, learning, and services, it will never just conduct education-as-usual – not if it is serious about Christian education, It won’t even do education-as-usual with Bible classes tacked on, or education as-usual with prayers before class, or education-as-usual with a service-learning component and a 10 o’clock chapel break. No, a solidly Christian college will rise from its faith in Jesus Christ and then explore the height and depth, the length and breadth of what it means to build on this faith… For a lifetime of learning and work within the kingdom of God[6]
Dalam terjemahan bebasnya, Tidak peduli bagaimana rencana perguruan tinggi Kristen mengintegrasikan iman, belajar, dan pelayanannya, mereka tidak akan pernah dapat melakukan pendidikan ini seperti umumnya, jika tidak serius tentang pendidikan Kristen, itu tidak dapat dilakukan seperti biasanya dengan memberikan pendidikan agama Kristen, atau pendidikan yang biasanya dilakukan dengan berdoa sebelum kelas dimulai, atau pendidikan seperti biasa dengan pelayanan pembelajaran dan ketika pukul 10 ada jam kebaktian. Tidak, sebuah perguruan tinggi yang Kristen solid harus bangkit dari iman dalam Yesus Kristus dan kemudian mengeksplorasi dalam dan tinginya, panjang dan luasnya membangun kehidupan dalam iman… Untuk terus belajar seumur hidup dan bekerja di dalam Kerajaan Allah.
David Noebel dalam bukunya Thinking Like A Christian,[7] menyebutkan bahwa setiap bidang keilmuan memiliki pertanyaan-pertanyaan esensial[8] yang terkait dengan worldview
Disiplin keilmuan
Pertanyaan
Biblical Christian worldview
Teologi
Apakah Allah Ada dan Bagaimana bentuk Allah?
Allah Alfa dan Omega, Allah pencipta. Allah yang kekal, maha kuasa, maha kasih, berdaulat.
Filsafat
Apa itu nyata dan apa itu kebenaran?
Allah sumber kebenaran,
Biologi
Bagaimana asal muasal kehidupan
Penciptaan
Psikologi
Apa yang menjadi natur kemanusiaan?
Natur keberdosaan manusia
Ethics
Apa itu benar?
Terdapat kebenaran mutlak, kekal dan absolut
Sosiologi
Bagaimana seharusnya masyarakat dibentuk?
Keluarga, gereja dan negara
Hukum
Apa dasar dari terbentuknya hukum?
Hukum-hukum alamiah
Politik
Apa gunanya suatu pemerintahan?
Keadilan, kebebasan dan keteraturan
Ekonomi
Apa yang menghasilkan ekonomi?
Penatalayanan pada kepemilikan
Sejarah
Bagaimana menginterpretasikan peristiwa yang terjadi?
Berfokus pada grandstory Allah, historical resurrection

Berbeda dengan Filsafat.
Filsafat adalah suatu sistem berpikir. Filsafat merupakan suatu penetapan pola berpikir tertentu yang sistematis dalam mencari pemahaman  (meaning) tentang sesuatu, bukan berbicara tentang kebenaran. Karena berbicara tentang makna, maka filsafat harus diuji dalam korespondensi, koherensi dan pragmatik. Filsafat merupakan upaya berpikir dalam bentuk yang paling umum dan jalan sistematik dari segala sesuatu dalam alam semesta, tentang keseluruhan dari realitas. Worldview berbeda dengan Filsafat, namun terkait erat, terutama pemahaman filsafat dapat memberikan pengaruh bagi pemahaman worldview seseorang.
Pembagian filsafat atas komponen-komponen sangat beragam, namun saya lebih menyukai membaginya dalam tiga komponen yaitu: metafisika, epistemologi, dan aksiologi.[9] Dalam perspektif Kristiani, filsafat merupakan upaya manusia memahami makna, panggilan dan arti dari kehidupan, dari kebenaran Firman Tuhan.
Metafisika menjawab dengan sifat-sifat dari hakikat “what is the ultimate reality”. Dalam metafisika Kristen ultimate reality adalah Tuhan. Untuk memahami metafisika kristten terdapat dua kategori, yaitu pernyataan umum dan khusus. Realitas natural pernyataan umum, “alam semesta yang terbatas menyatakan ketidakterbatasan pencipta. created universe (terbatas, temporal, tidak permanen) diciptakan dari uncreated being of God (tidak terbatas, kekal dan self-existent). Dalam perspektif Kristen, Firman Tuhan merupakan ultimate reality.  Firman Tuhan merupakan sumber yang menjawab segala pertanyaan metafisika dalam pandangan pendidikan Kristen, dan menjadi yang merupakan sentralitas dalam pendidikan Kristen.
Epistemologi Kristen berkaitan dengan pertanyaan “what is the nature of knowledge”. Epistemologi berkaitan dengan didapatnya sumber-sumber pengetahuan yang menjadi pemikiran filsafat. Sumber pengetahuan epistemologi dalam perspektif Kristen berasal dari kebenaran Alkitab. Firman Tuhan menyatakan bagaimana keberadaan kita dan bagaimana kita ada melalui proses penciptaan. Epistemologi pendidikan Kristen adalah Firman Tuhan. Alkitab dalam Mazmur 119:105 memberikan landasan bagi ini dalam epistemologi tugas panggilan sebagai seorang pendidik. Firman Tuhan sebagai suatu kesatuan (unity) dalam Firman yang berkenaan dengan penciptaan, Firman yang hidup yang berinkarnasi dalam Yesus Kristus (Yoh. 1:14), Firman yang dituliskan menuntun manusia (2 Tim. 3:16).
            Roh Allah yang memimpin para rasul untuk menuliskan firman. Aspek aksiologi, pendidikan Kristen bertumpu pada  panggilan pelayanan pendidikan yang mencintai Tuhan, mencintai sesama manusia, mencintai Firman Tuhan dan hukum-hukum Tuhan. Analogi filsafat Kristen dalam aspek-aspek filsafat terkait dengan “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6). Hal ini terkait aspek metafisika perspektif kristen “jalan,” aspek epistemologi dari perspektif kristen “kebenaran”, dan aspek aksiologi dari perspektif kristen “hidup.”

Kerangka worldview Kristen
Alkitab adalah satu-satunya worldview dari kekristenan. T.S. Eliot menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki worldview Kristen adalah seesorang yang berpikir dalam jalur tindakan kekristenan “Thinking in Christian categories[10]. Alkitab yang terdapat dalam Mazmur 19:8 menyebutkan bahwa “Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.”
Alkitab mengingatkan kita, bahwa banyak pengaruh yang akan menyesatkan dalam pembentukan worldview seseorang. Banyak filsafat yang mempengaruhi kehidupan kita yang tidak berasal dari Firman Tuhan menyimpang dari kebenaran Alkitab. Bagi kekristenan dasar dari worldview Kristen adalah Tuhan Yesus. “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur” (Kol 2:6-7).
Terdapat satu kerangka grandstory Alkitab bagi orang Kristen untuk dapat memahami worldview Kristen. Panduan grandstory, rencana Allah pada pada kehidupan manusia dalam kerangka grandstory Creation Fall Redemption dan Consummation memberikan experience-learning bagi kehidupan keseharian dalam cara berpikir Kristen. Alkitab dalam bagian-bagian firman Tuhan menyatakan agar kita memiliki worldview Kristen agar tidak tersesat.  “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus” (Kol. 2:8). “Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, kamu telah mengetahui hal ini sebelumnya. Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh. Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya” (2 Pet. 3:17-18). “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu” (2 Tim. 2:15).


[1] Ronald H. Nash, Konflik Wawasan Dunia, terjemahan (Surabaya: Penerbit Momentum, 2008), hlm. 21
[2] Brian J. Walsh dan J. Richard Middleton, The transforming vision: Shaping a Christian world view (Downer Grove, Illinois: Intervarsity Press, 1984), hlm. 17
[3]  Kenneth Rae Badley, Worldviews: The challenge of choice (Concord, Ontario: Irwin Publishing, 1996), hlm. 17
[4] Norman L. Geisler and William D. Watkins, Worlds Apart (Baker Book House, Grand Rapids, 1989), hlm.11
[5] (Downer Grove, Illinois: Intervarsity Press, 2009), hlm.20
[6] (Grand Rapids, MI: Eerdmas Publishing Company, 2002), hlm. xiv
[7] Thinking Like A Christian, understanding and living a Biblical (Nashville, Tennessee: B&H Publishing, 2002), hlm. 4-7
[8] Bandingkan dengan delapan pertanyaan dari buku James Sire, The Universe Next Door, edisi pertama, yang mempertanyakan: Realitas yang terutama, kehidupan kekal, natur manusia, bagaimana kemungkinan memahami segala sesuatu, bagaimana setelah kematian, bagaimana kita mengenal benar atau salah, makna sejarah manusia, implikasi kehidupan. Delapan pertanyaan yang hampir mirip dengan David Noebel.
[9] Khoe Yao Tung, Filsafat Pendidikan Kristen Di tengah tantangan Filsafat dunia dalam praksis pendidikan (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2012), hlm. 6
[10] T.S Eliot, The Idea of a Christian Society (New York: Harcourt Brace, 1940), hlm.26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar