Senin, 09 Mei 2016

Geografi dan Iman Kristen


Geografi dan Iman Kristen


            Geografi dunia yang ditulis dalam perspektif Alkitab adalah geografi yang menyatakan bahwa Allah pencipta dan berdaulat yang menyertai kehidupan manusia dalam dunia ciptaan-Nya, God is the Designer, Creator, and Sustainer on the universe. Alkitab menjadi kunci untuk memahami geografi dunia, memampukan kita untuk memahami tujuan dan rencana Allah bagi dunia dan umat manusia. Geografi dunia mempelajari pemahaman fisik dunia dengan mempelajari tempat, daerah, lingkungan, masyarakat, budaya, termasuk, sungai, batuan gunung, kota, negara dan tempat-tempat di seluruh dunia, singkatnya pengetahuan tempat kehidupan manusia. Mempelajari geografi dunia dalam perspektif Alkitab menyediakan banyak kesempatan untuk menyatakan kemuliaan bagi Allah Pencipta. Melalui ilmu geografi tentang bumi, gunung, sungai dan semua realitas ciptaan alam, manusia semakin menyaksikan kedaulatan Allah Pencipta, semakin jelas kesaksian pernyataan umum pada manusia.
            Pembelajaran geografi juga menekankan tempat fisik kehidupan manusia (physical geography), habitat hidup manusia dan ciptaan Allah lainnya. Secara tradisional world geography mempelajari pemahaman praktis pengelolaan sumber-sumber alam dan bumi. Geografi mempelajari bumi, sumber-sumber alam, perpindahan manusia, sejarah, termasuk perjalanan misi amanat penginjilan (pilgrim). Geografi dalam sudut pandang evolusi, melihat geografi sebagai bagian dari perjalanan evolusi dari pembentukan batu-batuan bumi. Dalam sudut pandang evolusi, mereka melihat gejala-gejala alam dan membuat asumsi-asumsi tentang terjadinya perubahan dari satu kejadian dengan kejadian lainnya, melakukan perbandingan dari satu mahkluk dengan mahkluk lainnya. Mereka membandingkan kehidupan masa lalu dan sekarang dan mengaitkannya tanpa dasar perkiraan-perkiraan.
            World geography dalam perspektif Kristen menekankan penciptaan yang memuliakan Allah sebagai pencipta. Alkitab menyatakan bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah pencipta. Allah adalah Allah yang berdaulat dalam kehidupan manusia  Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka” (Kis. 17:24-26). pasal ini menjelaskan dua hal penting tentang kebenaran: pertama, setiap manusia berasal dari satu turunan. Kedua, Allah menyatakan bahwa manusia pertama menurunkan keberadaan banyak bangsa dalam dunia.
            Pendidik Kristen harus hidup dalam God-centered universe. Dalam perspektif ini, kekristenan membahas geografi dalam empat hal yaitu place, physical, people, and pilgrim. Kekristenan juga membahas masyarakat dunia yang hidup dalam alam, lingkungan dan budayanya, membandingkannya dengan masyarakat sekitar dalam hubungannya dengan tuhan-tuhannya. Perbandingan yang membahas masyarakat, budaya, dan alam yang berkaitan kelaparan, kemiskinan, dan pemanfaatan alam yang menyimpang. World geography juga membahas kekristenan yang membentuk masyarakat yang diberkati Tuhan Yesus. Melalui budaya dunia, pembelajaran juga mengapresiasi iman pada Yesus Kristus dan menginspirasi murid-murid untuk menjadi pengikut Kristus yang mengelola dunia dalam kasih anugerah Tuhan. Melalui pembelajaran geografi dan budaya dunia, murid akan lebih menghargai iman mereka kepada Tuhan Yesus Kristus dan memberikan beban untuk memberitakan kabar baik bagi jutaan hidup manusia yang tersesat.

Lapisan batuan Grand Canyon dan Umur bumi
Tanyakan kepada setiap pendidik Kristen, berapa usia bumi? Berapa lama planet ini sudah ada? Tanyakan pada kebanyakan orang Kristen, sebagian dari kita tidak memberikan jawab karena ketidakpedulian atau ketidaktahuan mereka. Sebagian akan memberikan jawaban spontan bahwa bumi diciptakan dalam hitungan sekitar enam sampai sepuluh ribu tahun. Orang Kristen yang lain akan memberitahu bahwa usia bumi berumur 4,5 miliar tahun. Dan justru yang menambah kebingungan kita suatu kenyataan bahwa kita dapat menemukan kedua pendapat terdapat pada kalangan pendidik, penginjil dan bahkan dari kalangan teolog konservatif.
Saintis dan ilmuwan Kristen yang meyakini young-earth dan old-earth berdasarkan usia bumi adalah perbedaan dalam penafsiran Alkitab dan masalah interpretasi[1]. Pendukung dari young-earth kreasionis adalah Henry Morris, Duane Gish, dan Steve Austin, dari Institute for Creation Research, mereka menafsirkan hari-hari pada kitab Kejadian 1 sebagai waktu yang literal 24 jam hari. Silsilah dari kitab Kejadian 5 dan 11 sebagai generasi keturunan dalam waktu berturut-turut, dan banjir besar sebagai peristiwa bencana universal. Hal ini meninggalkan sedikit ruang bagi usia bumi yang sebenarnya bahwa usia bumi tidak lebih dari sepuluh ribu sampai tiga puluh ribu tahun.
Pendukung dari old-earth kreasionis antara lain astronom Hugh Ross. Ia melihat hari-hari pada kitab Kejadian sebagai jangka waktu yang lama, bahkan mungkin jutaan tahun. Kejadian 1 menjelaskan terungkapnya ciptaan Tuhan melalui periode besar waktu. Banjir Nuh memberikan akibat yang tidak terlalu banyak pada batuan geologi bumi. Kreasionis old-earth yang lain hanya menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan  dalam Kejadian 1 adalah bentuk gambaran sastra Timur kuno menggambarkan ciptaan yang sempurna. Dalam pandangan mereka Kejadian 1 tidak pernah dimaksudkan untuk meng- komunikasikan sejarah, Kesaksian fakta pengetahuan dan wahyu alam Allah, seringkali sulit untuk mengkorelasikan dengan pandangan ini. Bumi memiliki banyak lapisan sedimen ribuan meter tebalnya. Bagaimana bencana yang hanya berdurasi selama satu tahun membentuk lapisan sedimen ini? Pembahasan kemudian beralih ke geologi , banjir, dan Grand Canyon
The Grand Canyon menyediakan tempat yang sangat baik untuk mempertimbangkan teori kedua teori di atas. The Grand Canyon hampir tiga ratus mil panjang, satu mil dalam, dan 4-12 mil lebar lempengan. Institute for Creation Research (ICR), sebuah organisasi Kristen pendukung kreasionis young-earth. Mereka meyakini strata lapisan-lapisan batuan di Grand Canyon terbentuk selama banjir Nuh yang terjadi hanya lima ribu tahun yang lalu. Kebanyakan ahli geologi, termasuk kreasionis old-earth Kristen, percaya bahwa strata lapisan terjadi selama ratusan juta tahun. Untuk mempelajari usia bumi, ICR dengan berbagai  ilmuwan ahli geologi , fisika , dan biologi, melakukan penelitian di Grand Canyon, termasuk memperhatikan kemunculan fosil  kompleksitas fosil ngarai awal, usia medan magnet bumi, peran pergeseran benua dalam timbulnya banjir, di mana zaman es cocok untuk young-earth model, teori kanopi-air, carbon-14, dan pengukuran waktu basal Grand Canyon ( lapisan batuan yang berasal dari aliran lava kuno ) .
ICR meneliti Great unconformity antara lapisan Tapeats Sandstone, dengan perkiraan pada usia sekitar 500 juta tahun, dengan lapisan Hakatai Shale perkiraan usia sekitar 1,5 miliar tahun. Kedua formasi terbentuk dengan perbedaan perhitungan hampir satu miliar tahun terpisah dalam waktu, namun lapisannya letaknya tepat di atas lapisan yang lain. Ada perbedaan satu miliar tahun yang hilang di antara mereka perhitungan prakiraan waktu tersebut.
Alkitab menyatakan kesalahan prinsip uniformitarianisme (“the present it the key to the past”), prinsip ini adalah doktrin utama yang diajarkan dalam memahami usia bumi.  Kelemahan uniformitariasnisme terkait tidak adanya banjir besar setelah jaman Nuh, yang menghampiri seluruh permukaan bumi pada masa kini, sehingga efek proses pelapukan berbatuan tidak dapat diteliti dengan tepat.[2] Alkitab menyatakan kegagalan uniformitarianisme seperti yang dinyatakan dalam 2 Petrus 3:3-4,  “Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya. Kata mereka: "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan."
ICR memberikan keyakinan iman bahwa strata lapisan tanah adalah hasil dari banjir Nuh dan lapisan Grand Canyon terjadi segera sesudah banjir tersebut, termasuk gelombang kekerasan yang luar biasa mampu memecahkan batu-batu besar dan mengangkut mereka lebih dari satu mil sebelum diendapkan juga berdasarkan ngarai yang berdiri sebagai bukti besar untuk kekuatan Allah, penghakiman, dan anugerah kasih karunia. Batuan-batuan yang berasal dari batuan vulkanik merupakan cara terbaik untuk digunakan untuk menentukan umur batuan dari penanggalan C-14. Dengan metode C-14 penanggalan dapat ditentukan dari unsur-unsur radiometrik yang banyak di dalamnya. The Grand Canyon memiliki batuan vulkanik di dekat bagian bawah dan di atas. ICR telah terlibat dalam proyek pengukuran dari beberapa tahun terakhir sampai dengan batuan vulkanik. Hasilnya tidak hanya mempertanyakan usia batuan, strata lapisan Grand Canyon tetapi juga penanggalan radiometric dating untuk erosi yang terjadi dan  keandalan penanggalan waktu yang cukup lama.
Bahkan betapa indahnya dunia yang telah diukir Tuhan bagi kita untuk menghuninya. Kasih-Nya lebih besar daripada yang pemahaman kita, jauh lebih besar daripada Grand Canyon. Ditengah pro dan kontra antara perspektif young-earth dan old-earth. Penciptaan adalah peristiwa sejarah yang sebenarnya, Adam dan Hawa adalah orang-orang yang nyata, dan banjir Nuh adalah sejarah nyata juga. Tapi menemukan tanda-tanda fisik dari peristiwa ini bisa menjadi bisnis yang rumit. Kita perlu mendorong penyelidikan ilmiah baik dari perspektif young-earth dan old-earth karena kesaksian firman Allah, kebenaran firman Tuhan, dan wahyu-Nya.

Penutup
Geografi dalam perspektif Alkitab adalah geografi yang menyaksikan bahwa Allah pencipta dan berdaulat yang menyertai kehidupan manusia dalam dunia ciptaan-Nya. Geografi harus berdasarkan pada God-centered universe. Dalam perspektif ini, kekristenan membahas geografi dalam empat P yaitu place, physical, people, and pilgrim. Geografi harus membahas kekristenan yang membentuk masyarakat yang diberkati Tuhan Yesus. Pembelajaran Geografi harus mengapresiasi iman pada Tuhan Yesus Kristus dan menginspirasi murid-murid untuk menjadi pengikut Kristus yang mengelola dunia dalam konsumasi dan kasih anugerah Tuhan.


[1] Dr. Ray Bohlin,1993 Probe Ministries
[2] Ronald A. Horton, ed. Christian Education: Its Mandate and Mission (Greenville, South Carolina: Journey forth, BJU Press, 1992), hlm 153

Senin, 29 Juni 2015

My New Books

BUKU-BUKU BARU



1. Khoe Yao Tung. Menuju Sekolah Kristen Impian Masa Kini. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2015







 



2. Khoe Yao Tung. Pembelajaran dan Perkembangan Belajar. Jakarta: Penerbit Indeks, 2015






  




3. Khoe Yao Tung. Filsafat Pendidikan Kristen. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2014.
















  • Menuju Sekolah Kristen Impian Masa Kini
         Harga buku Rp 89.000 Disc 20%
         Harga Diskon: Rp 71.200

  • Filsafat Pendidikan Kristen, Meletakkan Fondasi Dan Filosofi Pendidikan Kristen Di Tengah Tantangan Filsafat Dunia
          Harga: Rp 85.000 Disc 20%
          Harga Diskon: Rp 68.000


  • Pembelajaran dan perkembangan belajar
          Harga: Rp 150.000 Disc 20%
          Harga Diskon: Rp 120.000

Harga Belum termasuk ongkos kirim (harga termurah dan terpercaya: JNE dalam kota Jakarta atau kantor pos luar kota).
BCA: 1271106365 a/n Khoe Yao Tung
Konfirmasi email: dr.khoe@yahoo.com
WA/HP: 08164849044
Cara memesan:
sms (WA) atau email hendak membeli, akan dibalas dengan berapa harga total (termasuk dengan ongkos kirim), transfer melalui BCA, dan konfirmasi pembayaran melalui sms (WA) atau email,  buku akan segera dikirimkan.




Minggu, 28 Juni 2015

Godaan-godaan bagi Sekolah Kristen



Godaan-godaan bagi Sekolah Kristen
Dr.  Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed, M.Ed

 Pengamatan saya terhadap praksis sekolah Kristen sebagai seorang pendidik, sangat menyayangkan beberapa pengambilan keputusan operasional keseharian sekolah yang sering menggunakan referensi dan praksis manajemen sekuler. Manajemen yang digunakanpun sering kali manajemen yang berkembang dalam dunia bisnis. Saya tak memungkiri atau menampik referensi tersebut, karena seringkali prinsip manajemen dunia bisnispun terinspirasi dari prinsip kebenaran Firman Tuhan. Namun godaan dan jebakan sekularitas penyelenggaraan sekolah Kristen yang terjadi, telah mengalihkan perhatian kita pada visi dan misi pendidikan Kristen. Godaan penyelenggaraan pendidikan Kristen lebih kepada apa yang dimiliki pendidikan sekuler dalam kebutuhan kehidupan dan tren yang berkembang dalam masyarakat Godaan-godaan sekularitaspun menjadi suatu pertempuran iman dari setiap keputusan dan tanpa sadarpun kita telah terjebak dalam keputusan yang jauh dari panggilan iman Kristen.
Berikut adalah godaan-godaan penyelenggaraan pendidikan Kristen. Godaan pertama adalah penyelenggaraan pendidikan dengan manajemen modern yang tak jelas akar filsafat di balik praksis manajemen tersebut. Penggunaan manajemen sekuler akan membawa sekolah Kristen pada kerutinan manajemen dan tidak lagi berfokus untuk memenangkan anak bagi Tuhan, tidak lagi berfokus pada karya penebusan Kristus bagi murid. Pola kerja manajemen justru lebih mengandalkan proses bisnis untuk kelancaran kinerja lebih banyak berujung hanya untuk manajemen itu sendiri, lebih lagi bagi kesenangan pimpinan itu sendiri tanpa bergantung pada pimpinan Tuhan. Instrumen manajemen berupa penggunaan balance score card, sistem perbonusan, merit system, strategic management, performance management yang tergesa-gesa dan subjektif, telah membawa institusi pendidikan Kristen terjebak dalam manajemen bisnis dengan pola master-slave management, atasan bawahan dalam hubungan antar manajemen dan guru. Manajemen modern tidak semuanya sinkron satu sama lain, bahkan lebih sering intuitif, kontradiktif satu sama lain, misalnya sistem performance management (kontraskan dengan penolakan dari Edward Deming), sistem perbonusan (kontraskan dengan penolakan dari Daniel Pink), bahkan lebih banyak dijauhkan dalam manajemen terkini karena justru mendemotivasi dan meniadakan relasi dalam kerjasama organisasi.
Sebaliknya John Maxwell[1] lebih mengutamakan motivasi dan semangat. Ia menganjurkan untuk menambahkan nilai ke dalam diri orang, dorongan semangat pada kerja sama tim, dorongan semangat pada perubahan hidup, dan dorongan semangat pada tuntunan pada hal-hal yang besar dalam perspektif kristiani. Pola manajemen pendidikan sudah seharusnya berlandaskan keteladanan dalam narasi Firman Tuhan seperti keteladanan kepemimpinan hamba (Yoh 13:1-20), keteladan mengajar, keteladanan kualitas[2], keteladan rendah hati dan semua kehidupan mendidik dalam Firman Tuhan. Manajemen sudah seharusnya menjadi instrumen yang membuat suasana lebih kondusif dalam menyentuh keseharian pendidikan, relasi guru dan murid, relasi guru dan orangtua, serta relasi guru dan sesama guru, terutama relasi guru dengan Tuhan. Kekuatan sekolah Kristen berasal dari Tuhan dan bukan diri kita sendiri. Tuhan memanggil kita dengan kekuatan kelemahan kita. Ia memberkati pekerjaan kita sebagai pendidik, untuk mengubah kehidupan murid dan bukan membuat organisasi Kristen dengan manajemen sekuler yang berorientasi bisnis.
Godaan kedua adalah penekanan kesuksesan akademik. Mereka menginginkan reputasi akademik sebagai patokan kesuksesan penyelenggaraan pendidikan. Padahal mereka masih terngiang misi utama pendidikan Kristen yang keberadaannya karena suatu panggilan dalam mandat injili. Kesuksesan akademik sudah seharusnya merupakan akibat dari penyelenggaraan pendidikan Kristen yang sungguh dalam memuliakan Tuhan, Kualitas adalah hasil bawaan dari proses pendidikan yang berintegrasi dengan kebenaran Firman Tuhan. Sudah seharusnya sekolah Kristen berkualitas, namun hal itu bukanlah tujuan yang utama. Kesuksesan dalam pendidikan Kristen adalah kesuksesan membawa siswa menerima Yesus Kristus sebagai jalan kebenaran, jalan keselamatan dan kehidupan.
Gagasan kesuksesan akademik tanpa kesuksesan misi injili merupakan suatu kekeliruan. Gagasan membesarkan reputasi sekolah dengan anggapan semakin diapresiasi, sekolah terjebak dalam mempersiapkan murid  masuk ke universitas favorit,  memenangkan anak dalam berbagai olimpiade akademik (apalagi dengan sistem perekrutan dan pembajakan anak-anak pemenanga olimpiade serta pelatihan instan memenangkan kompetisi akademik) telah merubah mentalitas sekolah Kristen menjadi sekolah persiapan akademik dan bukan mempersiapkan hidup bagi kekekalan. Howard Hendricks dalam bukunya Mastering Teaching menyatakan bahwa
“Secular education seeks to make better, more effective, more successful, more intelligent people. The Christian educator aspires to nothing less than transformation of a believer into the image of Christ.”[3]
Kesuksesan akademik adalah penting bahkan suatu yang harus terjadi namun kesuksesan ini harus dicapai dari misi dan visi pendidikan Kristen, yaitu memuridkan anak bagi Kristus, mentransformasinya menjadi orang beriman serupa dengan Kristus.
Godaan ketiga adalah pengabaian Firman Allah. Banyak sekolah Kristen terjebak dalam pendidikan yang lebih berorientasi pada kurikulum publik (baca: kurikulum nasional), walaupun mereka menyadari perlunya integrasi kebenaran firman Tuhan dalam setiap subjek pelajaran. Mereka mengaku membangun dan menggunakan integrasi Alkitab dalam pembelajaran. Namun “pengakuan” mengintegrasikan hanya dilakukan dengan menggunakan tetap kurikulum publik dan menambahkan bagian Alkitab sebagai asesoris pelengkap, sifatnya fragmentaris, tidak berarah, dan tidak mendasar. Mereka tidak benar-benar membangunnya dari Alkitab sebagi sumber hikmat dan kebenaran dengan kurikulum publik sebagai referensi urutannya. Ada yang lebih menyedihkan lagi, kalau beberapa sekolah-sekolah Kristen sebenarnya merupakan perpanjangan tangan sekolah negeri menjalankan kurikulum sekuler dengan memberikan asesoris religiositas dan simbol-simbol kekristenan. Bahkan lebih parah lagi, ada beberapa sekolah Kristen sama sekali tidak menunjukkan nilai-nilai kekristenan sekalipun hanya berbentuk religiositas kekristenan.
Sekolah Kristen telah tergoda mengabaikan kebenaran Firman Tuhan. Mereka tidak mengindahkan metode, filsafat, pedagogi berdasarkan word of God. Mereka tidak lagi berinisiatif membangun Christian worldview dalam pembelajaran di dalam kelas. Kebaktian para pendidik dan professional development tidak lagi dibangun oleh hamba-hamba Tuhan yang kompeten dan takut akan Tuhan. Topik-topik pelatihan dan pengembangan guru tidak lagi menyentuh kebutuhan guru dalam mendidik anak dalam iman Kristen. Kurikulum dan pelatihan dalam sekolah Kristen telah mengabaikan kebenaran Firman Tuhan yang merupakan hikmat Allah, tanpa-Nya kita hanyalah memiliki kebijakan common sense dari seorang manusia berdosa.
Godaan keempat adalah keyakinan akan keketatan akademis dengan disiplin dipersepsi dengan pendidikan yang baik. Pelatihan ketaatan dengan keketatan disiplin adalah latihan bagi setiap murid dalam sekolah Kristen, namun setiap disiplin sudah seharusnya dilandasi filsafat pendidikan Kristen bukan sekedar aspek psikologis ataupun berbagai filsafat sekuler (konstrukvisme, progressivisme dan behaviorisme). Tidak dengan mudah memperlakukan pendidikan bermodelkan sistem input-output sederhana, mempersiapkannya dalam lingkungan yang tepat belajar yang dapat membuat murid menjadi orang Kristen. Murid dapat saja belajar dalam pengkondisian ini seperti taat aturan, melakukan hal yang diinginkan sekolah, namun mereka tidak belajar kebenaran firman Tuhan, mereka tidak belajar untuk mengasihi Allah dan sesame manusia, mereka dapat saja belajar moralisme secara umum namun mereka tidak dilatih dalam kekristenan sejati. Mereka tidak belajar memahami kasih karunia Tuhan dalam hidup mereka, serta mengimplementasikannya di dalam hidupnya.
Godaan terakhir adalah pengaruh kebanggaan yang  menjadikan sekolah Kristen yang dipimpinnya untuk menjadi sekolah yang terbaik. Mereka membangun menaranya sendiri untuk kebangaan pribadinya. Beberapa diantaranya mengadopsi berbagai praksis pendidikan yang seolah baik, tanpa dasar yang jelas. Saya menyebutnya campur sari (ekletisme). Godaan sekolah menjadi terunggul, mental tak mau kalah dengan mengadopsi berbagai keunggulan yang dikiranya baik atau sedang trendi dalam masyarakat, seolah mengikuti arus zaman menjadi godaan iman Kristen . Sekolah Kristen adalah sekolah missioner (mission driven), sekolah Kristen tidak diatur oleh tuntutan masyarakat, kebutuhan golongan dan tuntutan persepsi marketing. Sekolah Kristen adalah sekolah yang bergerak karena misi yang dihidupi dari iman kepada Tuhan.

Penutup
Seringkali jebakan sekuler menjadi musuh utama dari sekolah Kristen. Godaan-godaan bagi sekolah Kristen tidak akan lenyap namun inilah tantangan para pendidik Kristen untuk terus merefleksikan kebenaran firman Tuhan dalam pelayanan Firman Tuhan. Pelayananan pendidikan bersumber dari Firman Tuhan, panggilan dari Tuhan untuk menuntaskan rencana Tuhan dalalm kehidupan manusia. Pelayanan itu harus hidup dalam keseharian guru dan murid, tidak melulu terlena dengan kenikmatan godaan sekuler dengan bungkus kerohainan.
Murid kita di sekolah adalah seorang manusia ciptaan Allah, ia adalah gambar dan rupa Allah. Pandangan terhadap siapa manusia dalam pendidikan Kristen merupakah hal yang harus terjawab, apalagi ketika gambar dan rupa Allah telah rusak akibat dosa. Tugas utama dari Pendidikan Kristen haruslah menjawab pemulihan gambar dan rupa Allah yang telah rusak dengan karya penebusan Kristus. Sekolah Kristen adalah sekolah yang memuridkan sekolah yang menjalan misi Amanat Agung.




[1]   Serial Kepemimpinan Kristen seperti: Encouragemet Changes Everything, Winning with People, the 17 indisputable Laws of Teamwork, dan buku best seller John Maxwell lainnya
[2]   Melakukan seolah untuk Tuhan (Kol. 3:23), dituntut satu mil berjalan dua mil (Mat 5:41), keunggukan kumulatif dalm efek Matius (Matius 13:12 dan 25:29).
[3]     Mastering Teaching, (Nashville: Thomas Nelson, 2010) hlm. 15